Luka Hati Arini, Luka Hati Rara

Jam istirahat kali ini aku meluncur ke Ciputra World, sebuah mall yang cukup megah di kotaku. Aku sedang menunggu seseorang yang hanya pernah kulihat fotonya di facebook. Ah..bodohnya diriku, harusnya kotak pesan itu kusetting supaya orang yang bukan temanku tidak bisa mengirimiku pesan. Kalau saja hal itu kulakukan, aku pasti bisa menghindari pertemuan ini.”Assalamualaikum, perkenalkan saya istrinya mas Anton. Bisakah kita bertemu empat mata?” begitu pesan yang kuterima dari seorang wanita pemilik akun Arini Kusuma.

Sesaat bagai aliran listrik tegangan tinggi menyengatku. Kulihat Anton di seberang sana duduk tenang di meja kerjanya. Kembali aku telusuri huruf demi huruf pesan yang dikirim wanita yang mengaku istrinya Anton. Well, aku bukan pengecut. Akhirnya kami putuskan untuk bertemu disini, tempat yang agak jauh dengan kantorku. Aku harus membuat berbagai alasan untuk bisa ke mall ini sendiri tanpa ditemani Anton. Aku menunggu wanita itu di sebuah rumah makan khas masakan lokal. Suasananya sangat nyaman, bersih dan para pelayannya sangat ramah. Segelas orange juice menemani degup jantungku yang tiba-tiba berdetak tidak menentu. Apakah yang akan dilakukan wanita itu padaku? mencaciku habis-habisan di tempat umum ini? atau menangis memohon rasa ibaku? Ah entahlah….aku pasrah apapun yang akan terjadi padaku.

Jam menunjukkan angka dua belas lewat dua puluh lima menit ketika mataku menangkap sesosok wanita berpenampilan anggun yang berjalan ke arahku. Penampilannya sangat serasi hampir tanpa cela. Gamis warna pastel dan jilbab putih membuatnya terlihat semakin cantik dimataku. Hatiku makin tidak menentu.

“Arini seorang yang sangat perfeksionis. Semua harus sempurna tanpa ada cela. Dia mengungkapkan cintanya dengan sangat sempurna. Tapi dia tidak pernah bisa memahami ungkapan cintaku padanya. Baginya cinta adalah bunga, cinta adalah kata-kata mesrah. Sedangka ungkapan cintaku berbeda” Kata Anton suatu hari diantara kebersamaan kami.

Wanita di depanku ini memang luar biasa. Harusnya Anton merasa beruntung punya istri seperti Arini.

“Assalamualaikum” sapa Arini dengan suara lembut dan santun. “Saya pernah melihat foto mbak Rara di ponsel mas Anton” sambungnya. Itu pasti foto kami saat Anton memaksa boss agar dia bisa menemani perjalanan dinasku ke luar kota. “Harusnya tidak ada jejak apapun yang kau tinggalkan, Anton” kataku dalam hati

“Saya sangat mencintai mas Anton. Semua begitu sempurna sampai enam bulan yang lalu saya menyadari ada yang berubah pada sikapnya” kata Arini masih dengan nada yang sangat tenang. Dia berusaha menekan perasaannya.

Enam bulan yang lalu memang awal kedekatanku dengan Anton. Kami yang sama-sama easy going tiba-tiba saja menjadi sangat nyambung membicarakan banyak hal. Kami tim yang sangat solid di kantor. Aku tidak lebih mengganggapnya sebagai teman, tapi Anton menganggapku lain.

“Aku selalu nyaman di dekatmu. Bersamamu aku bisa menjadi diriku sendiri” kata Anton ketika aku berusaha menjauhinya

“Kau lelaki beristri, Anton. Kau harus sadari itu. Permainan ini harus berakhir” elakku

“Kau anggap ini permainan? Aku mencintaimu, Rara!” setengah berteriak dia.

Hubungan kami memang tidak pernah berakhir hingga detik ini.  Rasa di hatiku semakin hari semakin kuat saja. Ah…andai saat itu aku tegas menyudahi permainan ini, mungkin aku tidak akan terjebak dalam perasaanku sendiri.

“Mbak Rara, saya mohon mbak merelakan kami menata ulang hidup kami kembali” dia raih tanganku. Pertahanannya mulai jebol. Matanya mulai berkaca-kaca walau tidak sampai menangis. Aku tersentak. Sekian detik aku memperhatikan matanya. Aku baru menyadari dibalik sikapnya yang selalu perfeksionis ternyata Arini seorang yang sangat rapuh. Arini begitu terluka.

Aku tidak pernah berniat merebut Anton darinya. Pun ketika hatiku dipenuhi bunga-bunga saat bersamanya. Tak bisa kupungkiri perasaanku, aku juga mencintai Anton walau aku tidak ingin memilikinya. Tapi Arini lebih membutuhkan Anton.

“Arini, maafkan saya” kataku tercekat “Yakinlah bahwa Anton akan tetap menjadi milikmu. Dan saya akan menjauh dari kehidupan kalian. Saya tidak ingin Anton tahu pertemuan kita ini” Aku melihat sebersit senyum di bibirnya. Senyum tulus yang semakin membuatku bersalah.

“Terimakasih mbak Rara. Doakan kami bisa memulai segala sesuatunya kembali” pamitnya.

Aku masih terus memperhatikan langkahnya menjauh. Hingga sosoknya semakin kabur seiring butiran bening menetes di pipiku. Hatiku gerimis. Tak pernah kusangka akan sesakit ini melepas lelaki yang sudah enam bulan mewarnai hari-hariku. Aku sudah memutuskan. Besok aku harus meninggalkan kota ini setelah menyerahkan surat pengunduran diriku ke HRD. Semoga kalian bisa menemukan kebahagiaan kalian kembali.

Dian Widyaningtyas

Tender, Love, and Care

Sidoarjo, very early morning, May 7th, 2013

One thought on “Luka Hati Arini, Luka Hati Rara

  1. Feel like dejavu. But the difference was, she didnt keep her promise and she decided to just go on her love adventure and didnt care a bit about hurting other’s heart and then little by little, step by step, my heart died, eventually…. I dunno whether it’s right or wrong, but i feel safe, no more crying no more hurts. I will never be the same, i know… And i think i will never can love him again. I live just for my kids….

Leave a comment