Sayapku Tlah Patah

genggaman tanganmu 20130227-0810 (1)

Tahukah engkau momen apa yang sangat menggoreskan luka dalam perjalanan hidupku?
Adalah momen ketika aku kehilangan dirimu dengan sangat tiba-tiba.
Tahukah engkau momen apa yang begitu ingin kuhapus dalam ingatanku?
Adalah momen ketika engkau meninggalkanku tanpa sepatah kata pun.
Dan momen itu terus menari-nari dalam ingatanku tanpa mempedulikan aku yang begitu tersika.
Seolah diriku ini seorang yang mati rasa minus air mata.

Tahukah engkau hari itu kurasakan semua begitu indah?
Bahkan siang itu kecupanmu yang berulang-ulang di pagi hari masih menyisahkan hangat dikeningku
Tahukah engkau sebab itulah hariku saat itu terasa indah dan berbunga-bunga?
Bagaikan gadis muda yang sedang dimabuk cinta pertama

Siang itu pula seseorang memintaku segera datang ke tempatmu karena sesuatu telah terjadi padamu
Tahukah engkau kabar yang kudengar siang itu tidak bisa sepenuhnya masuk dalam nalarku?
Tahukah engkau bahwa aku sudah merasakan sesuatu yang sangat buruk sedang terjadi disana?
Tahukah engkau bagaimana kutekan perasaanku ketika harus kupacu mobilku ke tempatmu?
Ingin rasanya aku segera terbang ketempatmu dan berada di sampingmu

Tahukah engkau bagaimana perasaanku saat melihatmu terbaring tak sadarkan diri di sana?
Sekuat tenaga aku mencoba untuk tidak merasakan apapun
Sekuat tenaga kubunuh semua rasa yang ada
Dan kuyakinkan diriku bahwa engkau akan sadar kembali dan kita akan segera pulang
Tapi engkau masih terbaring diam dan bisu

Tahukah engkau bagaimana perasaanku saat mereka menjelaskan keadaanmu?
Aku diam mematung menekan segala rasa
Masih kuberusaha membunuh segala rasa itu
Mereka bilang aku tegar menerima kenyataan
Padahal saat itu hatiku mulai terkoyak

Tahukah engkau apa yang kulakukan ketika kubersujud di mushollah dekat kamar tempatmu terbujur diam membisu?
Aku begitu congkak meminta Allah untuk memberimu kesembuhan
Aku begitu yakin engkau akan sembuh dan aku akan segera membawamu pulang

Tapi sampai larut malam pun engkau masih diam membisu
Perawat disana berusaha mengusirku dengan halus agar aku meninggalkanmu tapi aku bergeming
Perawat disana berbisik kepada perawat yang lain “sampai kapan?”
Tahukah engkau saat itu rasanya ingin sekali kutampar mulut perawat tak punya perasaan itu
Tak bolehkah aku berharap walau dimata mereka engkau tak lagi punya harap?

Tahukah engkau saat itu rasanya waktu berlalu begitu lambatnya?
Tahukah engkau saat itu detik demi detik begitu menyiksaku?
Ingin rasanya pagi segera tiba dan mengakhiri semua mimpi buruk itu
Dalam diam kita akhirnya kusadari salahku
Tidak seharusnya aku congkak meminta kesembuhanmu seolah aku tahu apa yang terbaik untukmu
Seharusnya aku meminta apa yang terbaik untukmu walau itu akan sangat menyakitkan untukku

Saat malam beranjak menjemput dini hari…
Dengan terbata-bata kubaca surat Al Fajr di dekat telingamu
Surat yang sedari tadi tak ingin kuperdengarkan kepadamu
Tak bisa kutahan lagi air mataku ketika hampir sampai dibagian akhir surat itu
“Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-NYA. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hambaKU. Masuklah ke dalam surgaKU”
Kubisikkan ayat-ayat itu berulangkali di dekat telingamu sambil kugenggam jemarimu

Tahukah engkau bagaimana rasanya saat kubaca ayat-ayat itu berulang-ulang?
Rasanya seperti menyerahkanmu kepada malaikat maut
Dan kita pun menangis bersama-sama
Kuhapus air mata yang menggenang di matamu yang terpejam
Lalu kubisikkan ditelingamu bahwa aku merelakanmu pergi
Kuhapus lagi air mata yang menggenang lagi di matamu yang terpejam
Setelah itu tak ada lagi air mata di sana
Wajahmu begitu tenang seolah engkau sudah sangat siap menghadap Sang Khalik

Waktu berlalu dan semua masih sama seperti saat engkau memasuki kamar itu
Tahukah engkau begitu banyak yang datang untuk mendoakanmu?
Jelang malam itu, ketika anak-anak akhirnya berkumpul mengelilingimu…
Engkau akhirnya meninggalkan kami untuk selama-lamanya

Sayapku tlah patah !
Allah…Allah…Allah…Allah…Allah hanya itu yang mampu kubisikkan agar aku tetap kuat berdiri diatas kakiku yang mulai goyah
Allah…Allah…Allah…Allah…Allah hanya itu yang mampu kuucapkan agar aku tetap kuat menahan tubuhku yang mulai limbung seolah hendak terbang bersamamu

Tahukah engkau bahwa hari-hariku tanpamu adalah air mata
Bahkan air mata itu bisa merebak tiba-tiba tanpa permisi
Tahukah engkau bahwa hari-hariku tanpamu adalah duka
Bahkan duka itu masih sangat terasa diatara canda dan tawaku

Sayapku tlah patah !
Biarkan saja aku menangis, entah sampai kapan
Tangisan itu bukan berarti aku putus asa
Biarkan saja aku berduka, entah sampai kapan
Kedukaan itu bukan berarti aku kalah

Sayapku tlah patah !
Tapi hanya sayapku saja yang patah
Engkau akan lihat aku masih sanggup berdiri tegar
Bahkan engkau akan lihat aku masih sanggup terbang dengan sayapku yang patah
Membawa anak-anak kita menggapai impian yang pernah kita lukis diatas awan
InsyaAllah….

“Wahai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-NYA. Maka masuklah ke dalam jama’ah hamba-hambaKU. Masuklah ke dalam surgaKU”

Selamat Ulang Tahun Belahan Jiwaku….seharusnya ini ulang tahunmu yang ke 44 tahun..

Dian Widyaningtyas
Tender Loving Care
Late night, July 27th, 2013

Menepis Fatamorgana

Siang itu Surti baru pulang dari pasar ketika dia berpapasan dengan serombongan anak-anak yang berlari-lari kegirangan sambil mengacung-acungkan aneka jajanan kemasan. “Kang Tarjo pulang….Kang Tarjo pulang…Kang Tarjo pulang….!!! begitu teriak mereka berulang-ulang. Entah mengapa hati Surti ikut berbunga-bunga. Selama ini dia menunggu  Tarjo dalam diam.

“Tunggu aku ya, Sur” kata Tarjo disuatu senja yang tiba-tiba terasa muram di mata Surti

“Tapi Kang Tarjo ora lali karo aku kan?” rajuk Surti

“Ora lah Sur. Bagaimana aku bisa melupakan kembang desa seperti dirimu?”

Surti tersenyum-senyum sendiri mengingat percakapan mereka tiga tahun silam.  Dia mempercepat langkahnya agar segera sampai di rumah dan menceritakan kedatangan Tarjo kepada Si Mbok.

——————————————————————-

Tarjo bertahan di Langgar kecil di dekat rumahnya seusai sholat Ashar. Dia mengamati bangunan Langgar itu.  Semuanya masih sama, tidak ada yang berubah sejak kepergiannya tiga tahun silam.  Bahkan yang ikut sholat berjamaah masih sesepi dulu.  Masih bisa dihitung dengan jari.  Dulu dia tidak begitu peduli dengan semuanya itu.

“Aku harus memulainya dari tempat ini” gumam Tarjo menyemangati dirinya sendiri. Lalu dia memanggil anak-anak yang sedang bermain di halaman Langgar. Sore itu pertama kalinya Tarjo mengajari anak-anak kampung mengaji.

Kegiatan itu berlanjut sampai seusai sholat Magrib. Kian hari anak-anak yang mengaji semakin banyak saja.  Yang ikut sholat berjamaah juga semakin banyak.  Tidak terkecuali kaum perempuannya. Langgar kecil itu terasa semakin sesak saja tiap datang waktu sholat.  Tapi Tarjo tidak pernah melihat sosok perempuan yang dulu begitu dekat di hatinya diantara mereka .  Kesibukan  mengajari anak-anak mengaji yang membuat keinginannya untuk menemui perempuan itu di rumahnya selalu tertunda. Dan menemui perempuan itu bukan lagi menjadi hal penting bagi Tarjo.

—————————————————

“Sur, ojo lali besok malam tayuban di rumah Pak Karto tetangga desa ya”

“Iya, Mbok. Surti sudah siapkan semuanya”

“Si Mbok ora isa ngeterke yo, Nduk. Biar Supri yang ngantar”

Surti hanya diam. Pikirannya menjelajah ke tempat lain. Memikirkan seseorang yang sudah beberapa hari ini ditunggunya dengan hati tidak menentu. Kalau saja dia tidak ingat adat, sudah dari kemarin-kemarin dia datangi lelaki yang sudah membuat tidurnya tidak nyenyak beberapa hari ini.

“Ana apa tho, Nduk? Awakmu mikir Kang Tarjomu yo?

Surti tertunduk malu.  Pipinya bersemu merah.  Hanya kepada Si Mbok lah Surti selama ini menceritakan perasaannya kepada Tarjo.  Menceritakan kisahnya dengan lelaki itu, juga janji diantara mereka sebelum kepergian Tarjo ke kota untuk menuntut ilmu.

“Iya, Mbok” jawabnya lirih. “Opo Kang Tarjo wes lali karo aku yo, Mbok? tanya Surti lirih seolah berbisik pada dirinya sendiri.

“Nduk, kalau Si Mbok lihat Tarjo yang sekarang berbeda dengan Tarjo yang dulu”

“Si Mbok beberapa kali ketemu dia sedang ngajari anak-anak kampung ngaji di Langgar dekat rumahnya”

“Kang Tarjomu sudah berubah, Nduk”

“Sekarang Tarjo dadi wong alim”

“Awakmu kudu mikir, sapa sira sapa ingsun. Tarjo itu siapa, kamu itu siapa” Kata Si Mbok panjang lebar.

“Tarjo kuwi anake ndoro, bocahe bagus, pendidikane dhuwur, tur alim”

“Lha awakmu kuwi anake wong ora duwe, sekolah SMA wae ora tamat, trus awakmu kie ledhek”

“Coba dipikir, opo yo pantes wong alim nyanding karo ledhek?”

Hati Surti bagai teriris. Kata-kata Si Mbok seolah menyadarkannya dari mimpi indah. Rasanya bagai terjerembab ke dasar jurang yang sangat dalam. Surti terpaksa menerima tawaran untuk menjadi penari di group tayub karena himpitan ekonomi sejak Pakne meninggal.  Itu terjadi setelah kepergian Tarjo ke kota.  Tiba-tiba dia menyesali suratan nasibnya.  Dia menyesali kenapa dia jadi penari tayub.

“Nduk, Supri lebih pantas untukmu”

“Dia orangnya juga baik, perhatian sama keluarga kita”

“Sebenarnya Supri sudah beberapa kali nembung sama Si Mbok”

“Cobalah mencintainya” lanjut Si Mbok

“Tapi Kang Supri sudah kuanggap seperti kakangku dewe, Mbok” jawab Surti

“Eling, Nduk. Sapa sira sapa ingsun” kata Si Mbok sambil menatap teduh ke arah Surti

————————————————————

Surti bergegas berteduh di teras  Langgar ketika hujan tiba-tiba turun dengan derasnya sore itu. Sayup-sayup terdengar suara anak-anak kampung yang sedang mengaji ditingkahi deras suara hujan.  Sesekali terdengar suara lelaki dewasa menuntun ngaji anak-anak.  Suara  itu begitu akrab ditelinga Surti…..sekian tahun yang lalu. Itu suara Tarjo.  Suara yang dulu mampu menentramkan hatinya. Ragu-ragu Surti mencari arah sumber suara. Dari luar jendela, dari tempatnya duduk bersimpuh, dilihatnya Tarjo diantara kerumunan anak-anak kampung.  Wajahnya bersih, rambutnya rapi, memakai kopyah hitam dan koko putih. Hampir saja Surti tidak mengenali sosok lelaki dibalik jendela itu.

“Apa yang membuatmu berubah, Kang?” gumam Surti sendiri

Dulu Tarjo seperti kebanyakan pemuda di kampung itu, penampilannya agak urakan. Hanya saja dia punya keberanian lebih untuk mendekatinya.  Mungkin karena dia anak orang terpandang, makanya Tarjo punya nyali untuk mendekati Surti yang jadi kembang desa di kampungnya.  Beberapa tahun mereka menjalani kisah sembunyi sebelum akhirnya Tarjo lulus SMA dan harus melanjutkan kuliah ke kota. Waktu itu Surti baru masuk SMA. kemudian Surti harus rela meninggalkan bangku sekolahnya setelah Bapaknya pergi untuk selama-lamanya.  Tiba-tiba semua kenangan itu berkelebat dalam pikiran Surti.

Kembali Surti melemparkan pandangan ke arah Tarjo yang masih sibuk dengan murid-murid ngajinya. Tarjo sama sekali tidak menyadari kehadiran Surti di luar sana.  Ingin sekali Surti menghambur ke arah Tarjo untuk meluapkan rasa kangennya, menceritakan ribuan kisah saat mereka harus dipisahkan oleh jarak dan waktu. Tapi ada kesedihan yang tiba-tiba merayapi hatinya ketika dia menyadari siapa dirinya sekarang.

“Eling, Nduk. Sapa sira sapa ingsun”  kata-kata Si Mbok kembali terngiang-ngiang di telinganya.  Surti memutuskan menerobos hujan yang masih turun dengan derasnya.  Tak dia pedulikan lagi tubuhnya yang menjadi basah dan menggigil kedinginan. Dia berharap hujan deras itu bisa muluruhkan rasa galau di hatinya.  Dia berharap hujan deras itu mampu menghapus sosok Tarjo dari pikirannya.

———————————————————————————-

Malam ini Tarjo harus menggantikan bapaknya menghadiri undangan Pak Karto. Sudah lama dia tidak silahturahmi ke teman akrab bapaknya itu. Paklik Karto, begitu Tarjo biasa memanggil teman bisnis bapaknya.  Musik tayub begitu mengganggu telinga Tarjo.  Kalo saja ini bukan undangan dari sahabat Bapaknya, ingin rasanya Tarjo segera meninggalkan tempat itu.  Seorang ledhek memasuki panggung sambil melenggak lenggok gemulai mengikuti alunan musik tayub.  Semua mata undangan tertuju ke arah wanita itu.  Gemulai gerakan tubuhnya dan cantik paras wajahnya seolah magnet yang luar biasa kuat yang mampu menarik perhatian semua lelaki yang hadir disitu. Tidak terkecuali Tarjo yang tiba-tiba merasa mengenali sosok penari ledhek itu.  Tarjo terkesiap ketika menyadari bahwa penari itu tidak lain adalah Surti, gadis pujaannya dulu.  Sejurus kemudian Tarjo memalingkan muka dan beranjak pergi dari tempat itu.  Tarjo tidak bisa menutupi rasa kagetnya melihat Surti menjadi penari ledhek.  Sungguh dia tidak pernah menyangka sebelumnya, Surtinya yang dulu lugu sekarang menjadi penari penghibur.

“Apa salahnya seorang penari ledhek, Tarjo?” suara lain dari dalam dirinya

Ah…Tarjo tidak sanggup membayangkan gurat kecewa Ibunya jika dia bermenantukan penari ledhek. Ibunya seorang priyayi yang sangat menjaga adat sopan santun. Tarjo tidak bisa membayangkan rasa malu bapaknya jika punya menantu penari penghibur.  Bapaknya adalah sosok terpandang yang sangat dihormati warga sekitar. Tarjo tidak sanggup membayangkan semua itu…

Surti yang sudah memperhatikan Tarjo sejak dari balik panggung begitu terpukul melihat kekagetan Tarjo.  Ada rasa terhina, ada rasa terhempas, ada rasa nelangsa, semua bercampur baur dihatinya.  Andai saat ini dia tidak sedang menjalankan tugasnya sebagai penari ledhek, ingin  sekali dia berlari meninggalkan panggung, berlari dan terus berlari meninggalkan semua impiannya.  Sekuat tenaga dia menahan gerimis yang meronta-ronta ingin terbebas dari kungkungan kelopak matanya.  Malam itu gerakan Surti makin menghebat, seolah dia menyatu dengan iringan musik tayub yang berkumandang dari samping panggung.

“Eling, Nduk. Sapa sira sapa ingsun” kata-kata Si Mbok terngiang-ngiang lagi ditelinganya.

“Aku tidak akan menagih janjimu, Kang Tarjo” bisik hati Surti

Dengan gemulai Surti berjalan ke arah tamu undangan.  Ada Kang Supri di deretan paling depan yang selalu setia menemaninya tanggapan.  Surti mengalungkan sampurnya ke leher Kang Supri dan menarik lelaki itu dengan lembut ke atas panggung.  Malam ini Surti ingin menari dengan Kang Supri sampai acara usai.

Dian Widyaningtyas

Tender Loving Care

Jelang pulang kantor, July 25th, 2013

#TTR

Antusiasme Obral Barbeku Di Masjid Sholahudin

Hari ini masjid Sholahudin Kanwil DJP Jatim I menyelenggarakan acara baksos berupa pembagian sembako, obral barbeku (barang bekas berkualitas), serta pemeriksaan kesehatan gratis. Dari sejak jam 09:00 sudah mulai nampak antrian warga sekitar Jagir  disekitar area masjid Sholahudin. Begitu acara dimulai, antrian warga bertambah banyak.

IMG00148-20130725-0948.jpg

Selain layanan kesehatan yang digratiskan, sembako dan barang-barang bekas tidak dibagikan secara cuma-cuma. Warga harus mengganti barang-barang tersebut dengan sejumlah uang yang masih terjangkau oleh kemampuan mereka. Hal ini dimaksudkan agar warga tidak merasa rendah diri ketika menerima barang-barang tersebut karena mereka harus berjerih payah mengeluarkan uang untuk mendapatkannya. Akan berbeda sekali efek psikologisnya jika barang-barang tersebut, terutama baju bekas, dibagikan secara cuma-cuma. Bisa jadi mereka akan merasa gengsi.

Satu paket sembako dibandrol dengan harga sangat murah yaitu Rp. 10.000,- yang isinya 1 liter minyak goreng, 1 kg gula, dan 1 kg beras. Pembelian paket sembako ini dibatasi satu paket sembako untuk satu Kartu Keluarga. Disediakan sebanyak 300 paket sembako untuk warga sekitar, teman-teman cleaning service, dan satpam. Sedangkan untuk baju bekas dibandrol Rp. 1000,- untuk baju anak, Rp. 3000,- untuk baju dewasa, serta Rp. 5000,- untuk baju baru.

Sepanjang pengamatanku, lapak baju bekas lebih ramai dikunjungi warga dibanding lapak sembako. Mungkin karena mendekati lebaran, jadi para warga ini lebih tertarik untuk memilih-milih baju dibanding ngantri sembako. Pos kesehatan juga ramai dikunjungi warga yang ingin mengetahui gula darah, tekanan darah, kolesterol dan lain-lain secara cuma-cuma.

Setelah membeli sembako murah, warga berkesempatan mendapatkan door prize yang diundi dari foto copy kartu keluarga yang dikumpulkan ke panitia. Sampai jam 10:28 warga masih bergerombol di depan lapak baju bekas. Banyaknya baju bekas yang diobral, tidak sebanding dengan meja displaynya. Hal ini sedikit menyulitkan warga yang akan memilih-milih baju tersebut. Mungkin kalau baju-baju bekas itu dihampar begitu saja di lantai depan masjid Sholahudin yang lebih luas, dengan beralaskan terpal, warga akan lebih leluasa memilih-milih baju yang cocok buat mereka. Ini masukan buat teman-teman panitia acara baksos. Di akhir acara, akhirnya baju-baju bekas yang masih ada dibagikan secara cuma-cuma kepada warga.

Aku amati warga senang dengan acara ini. Aku yang sedang duduk diantara warga sambil menulis “laporan pandangan mata” ini sering menangkap obrolan warga yang mengucap syukur alhamdulillah atas barang-barang yang mereka dapatkan dengan harga sangat murah. Semoga barang-barang itu bermanfaat buat mereka dan semoga para donatur beroleh pahala yang berlimpah atas donasinya. Amin….

Dian Widyaningtyas
Tender Loving Care
Di depan masjid Sholahudin, July 25th, 2013

Jalan Kabel E7/12 Ponjay

Disuatu Minggu pagi yang cerah beberapa minggu yag lalu, aku mendapat kiriman beberapa foto dari seorang teman. Foto yang sebelumnya memang sudah kupesan ke dia sebelum kepergiannya ke Jakarta.  Sebenarnya aku nggak berharap banget sih, karena takut ngerepotin dia. Syukurlah dia masih menyempatkan waktu mengabadikan sebagian jejak masa laluku yang tertinggal di Jakarta.

Surprise banget melihat foto-foto tersebut. Hampir saja aku tidak mengenalinya lagi.  Wajar saja karena aku dan empat temanku yaitu Cik Sulis yang sekarang bertugas di KPP Madya Sidoarjo, Mbak Yus yang sekarang bertugas di KPP Situbondo, Mbak Itus yang sekarang bertugas di KPP Singosari, serta Mbak Berta yang sekarang bertugas di KPP Mulyorejo, tinggal disana dari tahun 1993 – 1996. Itu artinya sudah sekitar 17 tahun berlalu.

IMG-20130708-WA002

 Jalan Kabel E7/12 adalah rumah kontrakan kami selama tiga tahun kuliah di STAN Prodip Keuangan Jakarta.  Kontrakan kami rumah nomor dua dari mulut gang, jadi disebelahnya rumah tingkat yang berada dalam foto di samping ini. Rumah tingkat ini dulunya belum bertingkat, dihuni pasangan muda dari Padang yang baru memiliki satu putri.  Sedangkan di sisi yang lain dari rumah kontrakan kami dihuni oleh keluarga dengan dua anak, perempuan dan laki-laki. Yang paling kuingat dari tetanggaku ini, si ibu sering nyanyi keras-keras sampai terdengar dari rumah kontrakan kami. Anak bungsunya akrab dengan Mbak Itus yang memang telaten momong anak kecil.  Hanya itu yang kuketahui dari tetangga kiri-kananku.  Maklum aku kan pendiam….ehem…:)

IMG-20130708-WA000

Di depan rumah kontrakan kami dulu, tepatnya dibelakang perumahan Bintaro Jaya, yang ada hanyalah semak belukar saja.  Tapi sekarang sudah penuh dengan rumah. Diujung gang yang nampak di foto tersebut dulu terdapat warung Tegal tempat kami kadang beli nasi bungkus, terutama saat-saat tanggal tua. Karena warung Tegal harganya lebih murah dan nasinya banyak.  Maklum kalau tanggal tua yang penting kuantitas, kualitas mah nomor sekian qiqiqi…..Tapi langganan kami makan tiap hari sih di gang belakang, namanya Bu Tukul. Ayam bumbu kecapnya enak banget. Oseng luencanya juga enak.  Ayam bumbu kecap adalah menu kegemaran Cik Sulis waktu itu.

IMG-20130708-WA001

Ini nih pintu gerbang Perumahan Pondok Jaya. Sepertinya tidak ada perubahan, bahkan rumah pojok yang nampak itu seingatku dari dulu sudah ada dan bentuknya sudah seperti itu.  Disebelah kiri gerbang perumahan dulu terdapat penjual nasi uduk yang bersebelahan dengan penjual karedok dan gado-gado langganan kami.  Gado-gado di Jakarta berbeda dengan gado-gado di tempat asalku.  Jadi waktu itu aku harus beradaptasi dengan gado-gado a la Betawi karena aku penggemar makanan bersaus kacang semisal gado-gado.

Sebenarnya ada beberapa foto yang memperlihatkan rumah kontrakan kami. Tapi karena mengabadikannya tanpa seijin pemilik rumah, jadi sebaiknya buat konsumsi pribadi saja. Melihat semua foto-foto itu membuat kenanganku menari-nari kekurun waktu antara tahun 1993 sampai dengan 1996. Ada ketakutan akan ancaman DO tiap akhir semester, ada kangen kampung halaman tiap saat, ada suka cita tiap datang libur panjang dan kami bisa pulang kampung ke Jombang bareng-bareng. Ya, kami memang berasal  dari satu kota, bahkan satu SMA.  Ada cinta dan air mata di rumah itu, ada kebandelan kami pula disana.  Eh yang bandel bukan kami ding, tapi aku. Aku sering lompat jendela kamarku saat ada pengajian dari Ketua IMAJJ waktu itu. Maklum yang ngisi kajian ikhwan, jadi dia di ruang tamu sendirian, kami berlima berkumpul di dalam kamarku yang letaknya memang di depan, dengan pintu yang tertutup.  Saat acara pengajian dimulai biasanya aku ngacir lompat jendela dan pergi ke belakang.  Andai yang ikut ngaji ngacir lompat jendela semua, Ikhwannya juga nggak bakalan tahu deh qiqiqiqi. Kenapa yang ngisi kajian seorang Ikhwan? Karena waktu itu kami begitu takut akan adanya aliran sesat yang marak beredar di lingkungan kampus, jadi kami merasa lebih aman kalo yang ngisi teman dari Jombang sendiri.

Well….masih banyak kenangan-kenangan lain yang aku yakin masih tersimpan rapi abadi dalam ingatan para penghuni Jalan Kabel E7/12 Pondok Jaya. Suka duka di rumah itu tidak akan pernah terhapus dari ingatanku.  Menyisahkan harap yang samar, semoga suatu saat aku bisa napak tilas ke sana. Semoga…….

Dian Widyaningtyas

Tender Loving Care

Wednesday 02:30 AM, July 24th, 2013

Foto-foto : Koleksi pribadi Silent_Assassin

Eforia Baju Baru

Hari Sabtu kemarin menjadi hari yang melelahkan karena aku harus ke sekolah mengambil baju seragam dan membeli buku-buku pelajaran untuk anak-anak. Ditambah lagi masih harus menunggu sulung selesai MOS sampai waktu dhuhur. Rencana ke Giant hari itupun akhirnya dibatalkan. Nyampe rumah rasanya ingin segera merebahkan badan yang penat ini ke peraduan. Tapi tiba-tiba ada panggilan masuk ke handphone fleksiku. Biasanya aku enggan menerima panggilan telepon di jam istirahat , tapi siang itu aku tergerak untuk segera mengangkat telepon yang sudah berdering agak lama. Nomornya tidak terdaftar, tapi dari area sekitar Sidoarjo juga.

“Assalamu’alaikum” suara lelaki di ujung sana
“Waalaikum salam…” Jawabku sambil bertanya-tanya siapakah gerangan
“Apa benar ini yang jual baju muslim?” Tanya lelaki itu
“Iya pak” jawabku pendek
“Bu, saya tadi mencatat nomor ini waktu lewat di depan rumah Ibu” Hmmm…memang di depan rumah ada banner Butik Zahrah.
“Saya mau membelikan baju muslim untuk anak saya. Anak saya kelas 1 SMP dan umur 6 tahun. Ada nggak, Bu?”
“Ada pak, datang saja ke toko, biar anak-anaknya bisa milih sendiri”
“Tokonya di sebelah mana?” Tanya bapak itu.
“Di depan gerbang komplek perumahan, di seberang pos satpam, Pak. Toko saya yang nggak ada bannernya” Jawabku panjang lebar.
“Oh itu toko Ibu ya. Iya saya tahu tokonya. Kalau yang merk biasa-biasa saja kira-kira sampai berapa ya, Bu, harga dua baju? Saya sudah janji membelikan anak-anak baju baru” kata bapak itu ragu.
Aku mulai bisa menangkap maksud bapak itu dan kebingungan menjawabnya. Sambil mengingat-ingat harga baju muslim anak-anak yang ada di tokoku, semua diatas dua ratus ribu rupiah. Memang rata-rata segitu harga baju muslim anak-anak.
“Hari Senin datang aja ke toko untuk melihat-lihat, Pak. Hari Sabtu dan Minggu tokonya tutup. Jangan khawatir, ada diskonnya kok”
“Baik Bu, hari Senin saya ke sana. Terimakasih, Bu. Assalamua’alaikum”
“Waalaikum salam” jawabku sebelum menutup telepon.

Telepon bapak itu mengurungkan niatku untuk tidur siang. Allah….aku mulai bisa meraba kondisi bapak itu. Seorang bapak yang kondisi keuangannya pas-pasan yang ingin sekali melihat binar-binar bahagia anak-anaknya ketika menerima baju baru untuk lebaran nanti. Aku jadi teringat waktu aku kulakan barang dagangan hari Jumat sebelumnya. Ada seorang ibu yang membelikan anaknya baju muslim. Setelah baju itu terbeli, betapa girangnya gadis kecil itu sambil memberikan ciuman suka cita kepada ibunya. Ibunya pun tampak bahagia bisa membuat anaknya senang.

Orang tua mana yang tidak menyukai momen seperti itu? Bagi sebagian kita mungkin bisa kapan saja membelikan baju baru untuk anak-anak sehingga hal seperti itu menjadi hal biasa bagi kita. Tapi bagi sebagian yang lain, yang tidak seberuntung kita, mungkin hanya bisa menyisihkan sebagian rizki untuk membelikan baju baru anak-anaknya disaat menjelang lebaran. Semoga Allah senantiasa memberikan rizki yang berlimpah kepada mereka. Amin…

Dian Widyaningtyas
Tender Loving Care
Very Early July 22, 2013

Posted from WordPress for BlackBerry.

For Your Own Safety

Assalamualaikum friends……

Pagi tadi semuanya berjalan dengan lancar. Jalanan relatif lengang. Tidak seperti sore hari sebelumnya yang padatnya minta ampun. Sore kemarin dari Jagir Wonokromo ke Gedangan Sidoarjo kutempuh dalam waktu hampir 2 jam. Soundtrack Great Expectations mengiringi laju mobilku.

The tree-lined avenue              

Begins to fade from view

Drowning past regrets

In tea and cigarettes

But I can’t seem to forget

When you came along……

Life in Mono…..just like my life right now, good time is only a memory…..ah sudahlah. Bukan itu yang ingin aku ceritakan.

avanzaSekitar pom bensin Aloha mobilku beriringan dengan avanza hitam. Nothing special sih dengan mobil itu, tapi setelah kuperhatikan (maklum kurang kerjaan, bukannya merhatiin jalanan di depan, eh malah merhatiin mobil di sebelah qiqiqi) ternyata pintu samping kanan belum menutup dengan sempurna. Sepertinya pengemudi tidak menyadari hal itu. Lampu kabin dalam keadaan tidak menyala, berarti pemilik mobil tidak memposisikan tombol lampu tersebut pada posisi “door”. Padahal lampu di dalam kabin bisa juga dijadikan indikator apakah pintu sudah ditutup dengan sempurna atau belum jika lampu tersebut difungsikan dengan benar. Semua fasilitas dan fitur yang disertakan dalam mobil, selayaknya kita manfaatkan sebaik-baiknya karena itu semua disediakan untuk keamanan kita berkendara. Coba bayangkan jika mobil tadi melaju dengan kencang, dan tiba-tiba pintunya terbuka, bisa jadi penumpang atau barang yang ada di dalamnya terpental keluar. Berhati-hatilah….It’s for your own safety, friends !

Well….there’s nothing I could do.  Kami berada dalam mobil, nggak mungkin kan aku teriaki seperti  yang terjadi pada sesama pengendara motor “hoi…jagang-e mas!!” Akhirnya aku harus memacu mobilku agar jariku nempel di mesin absensi tidak lebih dari jam 07.30. Semoga mobil dan pengendaranya baik-baik saja. Semoga ada orang lain yang bisa ngingetin pengendaranya. Semoga….

Dian Widyaningtyas

Tender Loving Care

At the office, jam isitirahat, July 9th, 2013

Gambar : http://nasmoco.co.id/mobil/all-new-avanza/galleri-all-new-avanza/

Hari ini Surabaya Gempa Ringan

latte

Assalamualaikum friends…

Apa khabarmu hari ini? Lama juga kita tak bersua, pasti seru klo kita berbagi cerita, tentang aku, tentang kamu, tentang mereka, tentang semuanya deh.

Pagi ini lagu Copacobana yang dinyanyikan Barry Manilow jadi soundtrack perdana perjalananku ke kantor. Lagunya rancak, asyik tuh buat membangkitkan mood. Eh..habis itu lha kok lagunya Drive yg muncul. “Tidurlah..selamat malam, lupakan saja aku….”. Langsung tepar lagi deh moodnya qiqiqi. Melas men lagu kuwi yo, friends.

Nyampe kantor, seperti biasa mampir mushollah dulu, baru deh masuk ruangan. Belum juga sarapan tapi entah kenapa pengan banget bikin kopi. Keharuman segelas coffe latte panas menyeruak kedalam hidungku, hmm…..membuatku terlupa akan maagku yg bisa saja kambuh karena minum kopi dalam keadaan lambung kosong. Baru juga setengah gelas kunikmati coffe latte panas, ada panggilan dari resepsionis. Ada WP yg mau konsultasi ternyata. Dan berturut-turut ada 4 WPku yg datang silih berganti, sampe capek mulutku ngoceh dari jam 8 sampe jam 11. Sampe aku tidak begitu memperhatikan gempa yang terjadi, kupikir kepalaku sedikit fly karena belum sarapan.

Hm…enaknya sarapan apa ya friends? Eh keknya sudah tidak pantas lagi disebut sarapan deh. Selalu bingung klo disuruh mikir mau makan apa. Mending langsung aja disodori makanan, apapun makanannya, pokonya pedes, langsung deh aku makan dengan lahap. Oke friends..mari kita pikirkan enaknya makan apa sambil ngabisin segelas coffe latte yg sudah dingin….

Dian Widyaningtyas

Tender Loving Care

Jelang jam istirahat kantor, July 8th, 2013

#Kategori Daily Life berisi tulisan ringan tentang kehidupan sehari-hari penulis

Gambar : http://acupofcoffeeandamuse.blogspot.com/2012/03/coffee-art.html