Hari Jumat sepulang dari kantor seperti biasa aku langsung menuju ke kamarku. Menghadap meja kecil bercermin sambil melepas satu persatu peniti-peniti mungil yang sedari pagi menancap di jilbab coklat tuaku. Beberapa detik berlalu baru kusadari ada yang lain di meja riasku. Sepertinya ada yang menjelajahi meja riasku saat aku tidak berada di rumah. Susunan benda-benda diatasnya sedikit berubah. Dan…hei…kemana larinya debu tebal yang biasanya setia menyelimuti meja bercermin itu? Lalu kubuka lemari kecil yang nempel disampingnya. Sama ! Ada yg pernah menyentuhnya dan menyapu bersih debu tebal di dalamnya. Aku baru ingat…itu pasti kerjaan si mbak yang baru beberapa hari lalu bekerja di rumahku. Aku memang tidak melarangnya masuk ke kamar pribadiku.
Sejak kepergian belahan jiwa, aku memang enggan sekali menyentuh benda-benda yang berada di atas meja riasku. Aku hanya memanfaatkan cerminnya untuk memastikan jilbab yang kupasang sudah rapi menutup kepala dan dada. Aku tidak peduli saat debu mulai menyelimuti meja kecil dan benda-benda di atasnya. Pun aku tidak peduli ketika kian hari cerminnya kian buram tertutup debu. Aku tidak punya keinginan sedikitpun untuk mengusir debu nakal itu. Sungguh aku tidak peduli. Padahal dulu saat belahan jiwa masih ada, aku paling senang duduk berlama-lama di depannya sambil oles ini itu ke seluruh permukaan kulitku. Demi belahan jiwa tercinta. Dan belahan jiwa sangat senang dengan rutinitasku tersebut.
Akhirnya sekalian saja aku rapikan meja rias itu sesuai keinginanku. Setelah semuanya rapi jali, aku tertegun dan termangu melihat penampilan meja riasku yang telah sekian bulan terabaikan tak kusentuh sama sekali, kini kembali seperti saat belahan jiwa masih ada. Jadi kangen banget dengan kehadirannya. Kusemprot sedikit parfum amber elixir kesukaan belahan jiwa ke pergelangan tanganku. Kuoles tipis-tipis body butter ke tanganku. Memulas tipis lipstick coklat kemerahan pada bibirku. Memberi sedikit rona peach pada tulang pipiku. Lalu demi apa coba? Entahlah….. aku hanya ingin merasakan belahan jiwa ada di sini bersamaku, seperti dulu, sambil memandangku lekat-lekat seolah ingin mengingat setiap detil wajahku. Aku ingin merasakannya lagi walau hanya beberapa detik sebelum aku menyadari bahwa semua itu adalah semu.
***
Dian Widyaningtyas
Tender, Love, and Care
Di ujung rindu yang tak pernah terobati…
Mengetuk pintu malam, September 28th, 2013