Vacuum

Menurut Mbah Google kata vacuum yang merujuk kepada kata benda (noun) bisa diterjemahkan sebagai kekosongan atau kehampaan. Begitulah yang aku alami selama lebih dari sebulan sejak tulisan terakhirku yang berjudul Sepatuku Melayang yang kuposting pada tanggal 18 Maret 2014. Kosong dari kegiatan menulis dan hampa ide. Sebenarnya kalau dibilang hampa ide sih kurang tepat. Karena kenyataannya banyak ide berloncatan di kepala menunggu untuk dituangkan ke dalam rangkaian kata maupun kalimat. Lantas kemana ide-ide itu? Melayang !

Kupikir aku selalu bisa menyimpan ide-ide menulisku dengan rapi di kepala. Aku terlalu mengandalkan kekuatan daya ingatku yang kadang berbaur mesrah dengan daya imajinasiku. Aku lupa bahwa kepala ini tidak melulu menyimpan ide-ide tulisan. Tapi ada banyak hal lain yang terlintas, terpikirkan, dan tersimpan disana. Akhirnya saling bertimbunan dan terlupakan. Begitulah ide-ide itu hilang melayang. Kesibukan sehari-hari menjadi salah satu penyebabnya. Ada banyak hal lain yang lebih penting untuk dikerjakan terlebih dulu. Sedangkan menulis hanyalah sekedar hobi saja. Hmm…benarkah menulis hanya sekedar hobi belaka? Ternyata yang kurasakan selama masa vacuum bukanlah seperti itu. Ketika vacuum menulis ada kebutuhan jiwa yang tidak terpenuhi. Ada sesuatu yang tak seimbang di jiwa. Menulis adalah ekspresi pikiran dan hati. Dalam proses menulis biasanya aku mengalami “trance” dimana seolah-olah aku memasuki dunia lain dengan irama ketikan semakin cepat dan cepat sampai pada akhir tulisan. Setelah itu pikiran menjadi terbebaskan dari suatu yang aku sendiri tidak bisa mendeskripsikanya, dan hati menjadi lega rasanya. Maka karena itu rupanya menulis sudah menjadi kebutuhan buatku.

Ketika ngobrol dengan teman-teman penulis baik di group IIDN (Ibu-Ibu Doyan Nulis) maupun teman-teman blogger, bisa kusimpulkan bahwa mereka selalu menuliskan potongan-poongan ide yang terlintas dalam kepala mereka. Menuliskan dimana saja, pada media apa saja dengan harapan agar ide-ide tersebut tidak melayang begitu saja. Ada yang menuliskannya pada menu note di handphone. Ada pula yang menuliskannya pada body message email yang akan dia kirimkan ke alamat email dia yang lain. Ada juga yang menuliskannya pada semacam buku agenda. Aku biasanya menuliskannya pada aplikasi MemoPad di BlackBerry kesayanganku. Tapi karena beberapa minggu terakhir ini keypad pada unjuk rasa dan tulisannya semburat nggak keruan, makanya aku jadi malas untuk “mengamankan” ide-ideku di sana. Tapi tahu sendiri kan resikonya, melayang semuanya. So, mulai saat ini aku akan memperlakukan ide-deku dengan lebih baik lagi. Kalian pasti sangat tahu betapa berharganya sebuah ide.

***
Dian Widyaningtyas
Jelang sore di ruang tengah dengan lambung yg menelan perih, May 8th, 2014.

Notes :

Tulisan ini tanpa diedit, hanya sebagai warming up saja setelah lama nggak nulis. Ditulis pada 7 Mei malam hari dan baru kelar pada 8 Mei sore karena terjadi beberapa interupsi.

One thought on “Vacuum

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s