Vacuum

Menurut Mbah Google kata vacuum yang merujuk kepada kata benda (noun) bisa diterjemahkan sebagai kekosongan atau kehampaan. Begitulah yang aku alami selama lebih dari sebulan sejak tulisan terakhirku yang berjudul Sepatuku Melayang yang kuposting pada tanggal 18 Maret 2014. Kosong dari kegiatan menulis dan hampa ide. Sebenarnya kalau dibilang hampa ide sih kurang tepat. Karena kenyataannya banyak ide berloncatan di kepala menunggu untuk dituangkan ke dalam rangkaian kata maupun kalimat. Lantas kemana ide-ide itu? Melayang !

Continue reading

Sepatuku Melayang

Jadi begini ceritanya…
Kamis minggu kemarin sepulang dari acara Ngisi Bareng SPT Tahunan di sebuah universitas swasta di daerah Menanggal, hujan begitu derasnya. Dan motorku parkirnya agak jauh dari gedung. So…kloncom juga akhirnya. You know kloncom? Kloncom tuh basah kuyup. Sepatuku juga basah. Tapi gakpapa deh, yang penting khan bisa pulang lebih cepat karena dapat surat tugas. Keesokan harinya sepatu masih basah, so aku pakai sepatu cinderella yang biasanya kusimpan di dalam mobil. Memang di dalam mobilku ada beberapa pasang sepatu dan sandal. Ada dua pasang sepatu kets, sepasang flat shoes, dan dua jenis sandal bertali minimalis. Maklum, aku lebih nyaman kemana-mana pake sandal jepit. Jadi sepatu dan sandal di mobil itu buat jaga-jaga kalau aku harus ke suatu tempat yang tidak sepantasnya aku pakai sandal jepit. Kalau ke kantor sih biasanya aku pakai loafer shoes. Tahu nggak kenapa aku sebut flat shoesku sepatu cinderella? Because I bought one size below the size that fits on me. Jadi tuh sepatu imut banget di kakiku, sampe sakit dipakainya. Makanya jarang-jarang kupakai.

Continue reading

Khadimat

Dulu di rumah mbahku ada seorang wanita paro baya dengan dua anaknya, yang sulung perempuan dan yang bungsu lelaki. Aku masih ingat betul nama-nama mereka, tapi tak usahlah kusebut di sini. Bahkan aku masih ingat betul beberapa momen kebersamaan kami. Waktu itu ayah ibu masih tinggal serumah sama mbah, begitu juga dengan wanita dan anak-anaknya itu. Mereka tinggal di bagian belakang rumah mbah yang memang sangat besar. Aku tidak pernah melihat suami wanita itu. Mungkin dia single parent seperti diriku saat ini. Mbah menyebut dia sebagai batur. Waktu itu aku belum paham arti batur, tapi kalau dilihat dari arti kata “dibaturi” yang berarti ditemani, aku menyimpulkan bahwa mereka adalah teman. Teman untuk mbah putri ketika beraktifitas di dapur. Teman mbah putri untuk ngobrol-ngobrol ketika rumah sebesar itu sepi karena ditinggal mbah kakung kerja dan anak-anaknya sekolah. Sedangkan anak-anak wanita itu menjadi teman bermain om-om dan tante-tanteku. Aku tidak ingat waktu itu apakah mereka sekolah atau tidak. Ketika aku mulai bisa jalan, anak-anak wanita itu bertugas untuk momong aku. Walau mbah putri dan ibuku tidak bekerja, tapi mbah kakung selalu menyediakan batur untuk keluarganya. Di kemudian hari ketika mbah sudah bisa merelakan ayah dan keluarga kecilnya ngontrak rumah sendiri pun, ayah selalu menyediakan batur untuk ibu walo ibuku tidak bekerja dan sangat banyak waktu untuk mengurusi rumah dan anaknya. Mungkin karena kultur di keluarga ayahku seperti itu.

Continue reading

A Simple Live Music Show

live music

Lir ilir..lir ilir

tanduri wes sumilir

tak ijo royo-royo tak senggu temanten anyar…

Continue reading

Move On

Move on…adalah sebuah frasa yang akhir-akhir ini semakin sering aku dengar. Baik dibisikkan dengan lembut ke telingaku, maupun diteriakkan dengan sangat keras di depan hidungku.  Sebuah frasa yang kudapatkan dari teman dan sahabat, baik yang selalu bertemu muka denganku, maupun yang hanya bersua melalui media maya. Tak ada yang salah dengan frasa itu….sama sekali tidak ada yang salah. Pun aku yakin tak ada maksud lain frasa itu mereka ucapkan selain pengharapan agar aku melanjutkan hidupku seperti sedia kala setelah peristiwa yang menggoreskan luka di hati dengan sangat dalam.

 move-on

Move on….bagi sebagian temanku adalah manakalah aku membuka hati untuk kehadiran seseorang yang akan mengisi hari-hariku, menemaniku menjalani kehidupan yang keras ini. Move on…..bagi sebagian temanku yang lain adalah manakala aku melanjutkan hidupku dan tidak lagi bermuram durja menangisi luka yang masih mengangah. Semua untuk kebaikanku, aku yakin itu. Pasti !

Tapi saat ini, cukuplah hidupku saja yang move on. Aku sudah bisa melanjutkan hidupku walau rasa sakit masih saja terasa disudut hati yang terdalam. Rasanya tidak ada yang berubah dengan hidupku, kecuali ketiadaan sosok lelaki penyabar bersahaja penuh cinta dan menghormatan disampingku. Semua berjalan seperti biasa. Adalah terlalu dini jika saat ini  membicarakan move on hati. Move on hati tidaklah semudah move on hidup. Aku jadi bertanya-tanya apakah ada yang salah ketika hatiku tidak/belum bisa  move on? Dimanakah letak salahnya? Membolak-balikkan hati tidaklah semudah membolak-balikkan telapak tangan.  Berbicara tentang move on….cukuplah hidupku saja yang move on, belum hatiku…..

Dian Widyningtyas

Tender Loving Care

Bakal menunggunya lembur, August 26th, 2013

Picture is taken from this

Antusiasme Obral Barbeku Di Masjid Sholahudin

Hari ini masjid Sholahudin Kanwil DJP Jatim I menyelenggarakan acara baksos berupa pembagian sembako, obral barbeku (barang bekas berkualitas), serta pemeriksaan kesehatan gratis. Dari sejak jam 09:00 sudah mulai nampak antrian warga sekitar Jagir  disekitar area masjid Sholahudin. Begitu acara dimulai, antrian warga bertambah banyak.

IMG00148-20130725-0948.jpg

Selain layanan kesehatan yang digratiskan, sembako dan barang-barang bekas tidak dibagikan secara cuma-cuma. Warga harus mengganti barang-barang tersebut dengan sejumlah uang yang masih terjangkau oleh kemampuan mereka. Hal ini dimaksudkan agar warga tidak merasa rendah diri ketika menerima barang-barang tersebut karena mereka harus berjerih payah mengeluarkan uang untuk mendapatkannya. Akan berbeda sekali efek psikologisnya jika barang-barang tersebut, terutama baju bekas, dibagikan secara cuma-cuma. Bisa jadi mereka akan merasa gengsi.

Satu paket sembako dibandrol dengan harga sangat murah yaitu Rp. 10.000,- yang isinya 1 liter minyak goreng, 1 kg gula, dan 1 kg beras. Pembelian paket sembako ini dibatasi satu paket sembako untuk satu Kartu Keluarga. Disediakan sebanyak 300 paket sembako untuk warga sekitar, teman-teman cleaning service, dan satpam. Sedangkan untuk baju bekas dibandrol Rp. 1000,- untuk baju anak, Rp. 3000,- untuk baju dewasa, serta Rp. 5000,- untuk baju baru.

Sepanjang pengamatanku, lapak baju bekas lebih ramai dikunjungi warga dibanding lapak sembako. Mungkin karena mendekati lebaran, jadi para warga ini lebih tertarik untuk memilih-milih baju dibanding ngantri sembako. Pos kesehatan juga ramai dikunjungi warga yang ingin mengetahui gula darah, tekanan darah, kolesterol dan lain-lain secara cuma-cuma.

Setelah membeli sembako murah, warga berkesempatan mendapatkan door prize yang diundi dari foto copy kartu keluarga yang dikumpulkan ke panitia. Sampai jam 10:28 warga masih bergerombol di depan lapak baju bekas. Banyaknya baju bekas yang diobral, tidak sebanding dengan meja displaynya. Hal ini sedikit menyulitkan warga yang akan memilih-milih baju tersebut. Mungkin kalau baju-baju bekas itu dihampar begitu saja di lantai depan masjid Sholahudin yang lebih luas, dengan beralaskan terpal, warga akan lebih leluasa memilih-milih baju yang cocok buat mereka. Ini masukan buat teman-teman panitia acara baksos. Di akhir acara, akhirnya baju-baju bekas yang masih ada dibagikan secara cuma-cuma kepada warga.

Aku amati warga senang dengan acara ini. Aku yang sedang duduk diantara warga sambil menulis “laporan pandangan mata” ini sering menangkap obrolan warga yang mengucap syukur alhamdulillah atas barang-barang yang mereka dapatkan dengan harga sangat murah. Semoga barang-barang itu bermanfaat buat mereka dan semoga para donatur beroleh pahala yang berlimpah atas donasinya. Amin….

Dian Widyaningtyas
Tender Loving Care
Di depan masjid Sholahudin, July 25th, 2013

Sepotong Episode Bersama Ayah

Menjelang senja di sebuah bangunan setengah jadi yang masih menyisahkan bau semen sisa pemasangan keramik. Aku sedang berkeliling mengamati hasil kerja para tukang bangunan. Ditingkahi kelebatan-kelebatan momen bersama belahan jiwa, momen yang belum begitu lama berlalu, saat segalanya masih indah dan penuh asa, saat kami berbagi imajinasi tentang bangunan itu. Sesak tiba-tiba menelusup di hatiku dan butiran-butiran bening berusaha melesak dari kedua mataku.

“Sampean harus bisa melihat ke depan, nduk. Ojo terpaku kebelakang” Kata lelaki tua yang kupanggil Ayah seolah tahu apa yang sedang berkecamuk dalam hati dan pikiranku.

“Sampean harus bisa menerima takdir, ancene cuman semono jodoh sampean” lanjut Ayah.

“Sampean harus bersyukur karena sampean masih punya penghasilan sendiri. Akeh wong wedhok ditinggal mati bojone gak duwe penghasilan. Iku sing kudu sampean syukuri” kata Ayah lagi

“Inggih, Yah” jawabku sambil masih membelakangi Ayah seolah-olah memeriksa bangunan. Padahal aku sedang menyembunyikan manik air mataku dari pandangan Ayah. Tak tega menampakkan duka ini padanya walau aku yakin Ayah pasti bisa merasakan dukaku.

Hatiku makin nelangsa mendengar kata-kata Ayah. Ayah adalah sosok yang tidak banyak bicara. Seperti halnya budaya yang masih berlaku pada sebagian orang Jawa, ada hirarki tak tertulis mengenai hubungan ayah dan anak yang menyebabkan keduanya tidak bisa akrab. Begitu juga hubunganku dengan Ayah walau kasih sayang Ayah kepadaku sangat besar. Kami tidak terbiasa ngobrol santai. Apa yang terucap dari Ayah hanyalah hal-hal yang sangat penting, baginya dan bagi lawan bicaranya. Selebihnya kami hanya saling diam.

Senja makin mendekat. Matahari sudah hendak kembali ke peraduannya yang berhiaskan kelambu jingga. Aku dan Ayah meninggalkan bangunan itu dalam diam.

Dian Widyaningtyas
Tender Loving Care

Selesai Isya’, May 9th, 2013

Titip rindu buat Ayahku tercinta. Semoga segera sembuh. Amin…

Posted from WordPress for BlackBerry.

“Blogger Kawakan” Begitu Aku Menyebutnya

Dari sejak pagi kemarin serangkaian obrolan (lumayan) panjang antara aku dan temanku berlangsung sangat menarik. Membuatku begitu antusis melototin salah satu gadgetku yang bernama blackberry. Menunggu ada tanda bintang merah pada aplikasi whatsapp yang kusematkan disana, pertanda ada chat yang baru masuk. Lagi ngobrolin apa sih? Kasih tau gak yaaa??? mau tau aja ato mau tau banget? Napa aku tiba-tiba jadi alay gini ya? #tepok jidattt

Kami ngobrolin seputar web pribadi. Actually…aku lagi minta pertimbangan dia seputar web pribadi yang ingin aku bikin sebagai personal branding. You know, as business owner i think i need to have personal web to support that business. Hadeh…bilang aja klo nafsu narsisnya gak ketulungan qiqiqiqi. Nggak lah…insyaAllah ini akan berguna untuk serangkaian planku di masa depan terkait dengan pengembangan bisnis sampinganku.

Why him? Hmmmm….apa ya alasannya? Karena temanku ini seorang penulis produktif yang sudah berkutat dengan dunia tulis menulis dan blogging sejak lama. Sengaja nggak nyebutin tahun karena takut salah #ngeles. Tulisannya dah bejibun tuh di blognya. Aku disuruh baca sekitar 700-an biji tulisannya, yang boneng aja, bro….ogah ah bisa bintitan nih mata. Tapi aku suka baca cerpennya yang berjudul Titin Baridin. Aku baru tahu kalo tulisannya udah sebanyak itu. Surprise juga jadinya. Ternyata yang aku ajak ngobrol bukan blogger sembarangan. Temanku dah level “blogger kawakan”. Jiper bin minder deh jadinya. Tapi sepertinya aku gak salah alamat deh nanya ke dia tentang web pribadi. Buktinya aku sudah mendapat solusi yang memuaskan, sudah bisa menentukan platform untuk webku, bahkan alamat domainnya sudah fix pula. Semua sudah kukomunikasikan dengan desainer web langgananku Mak Izti yang selalu sabar menampung kecerewetanku. Tinggal nunggu hasilnya nih. Semoga secepatnya aku bisa segera mengumbar kenarsisan di web pribadiku #gubrakkkksssss

Untuk seorang “blogger kawakan” somewhere out there…..thank a lot ya, bro. Jangan bosan-bosan aku recokin dengan segala macam pertanyaan seputar dunia blogging. Dan jangan bosan-bosan melecut gairah menulisku yang masih payah ini.

Sidoarjo, Very early May 5th, 2013

Kesedihan…

Kesedihan mendalam adalah saat engkau kehilangan orang yg sangat engkau cintai. Awal kehilangan, kesedihan itu begitu merajai perasaanmu hingga engkau tdk peduli bahkan pd dirimu sendiri. Itu adalah reaksi pd pukulan pertama.

Setelahnya..engkau akan lebih bisa menerima kenyataan & menjalani hidupmu seperti sedia kala, walo pd saat2 tertentu engkau akan merasakan kesedihan itu kembali ketika menyadari bahwa semuanya tak akan sama setelah kepergiannya…

#Mengenang sekian hari kepergian belahan jiwaku

Kibasan Penglaris

Pagi ini hari kedua perjalananku ke Malang untuk tugas diklat. Karena aku nggak bisa ninggalin anak-anak so kuputuskan seminggu ini PP Sidoarjo – Malang. Capek? So pasti dong. Tapi hati tenang dan anak-anak juga senang. Itu yg penting klo menurutku.
As usual…aku juga nggak bisa ninggalin rumah klo belum beres urusan di rumah, terutama nyiapin anak2 sekolah. Alhasil aku baru bisa meninggalkan rumah jam 06.00 pagi ini. Langsung deh pake jurus gas pollll rem polllll kugeber motor bututku ke Bungurasih. Ah ini hanya prolog aja…..
On the way to Bungurasih, kira-kira sebelum kantor Imigrasi…ini nih yg menarik…diantara gas poll rem poll mataku menangkap scene yg menarik. Seorang penjual kembang sedang mengkibas-kibaskan beberapa lembar uang diatas dagangannya dengan wajah cerah dan penuh semangat (see…walo lagi buru2 aku masih sempat merhatiin ekspresi si penjual kembang). Sebagai orang Jawa asli, aku tau maksud gerakan itu. Biar dagangannya laris manis. Apakah selain orang Jawa juga biasa melakukan gerakan ini? Ntar deh aku tanyain ke Belahan Jiwaku yang kata orang tuaku gak Jowo qiqiqi
Tentang gerakan itu…sometimes aku pengen banget melakukan hal yang sama dan merasakan sensasinya. bid’ah? Hm….keknya mending nggak ngomongin sampe kesana deh. Just wanna feel what it’s like ketika aku kibasin uang hasil penjualan pertama ke barang-barang daganganku. Tapi masalahnya…biasanya penjualan pertama tuh dibayar lewat transfer ke salah satu rekening bankku, jadi gak ada cash on hand untuk dikibas-kibaskan di atas barang daganganku.
Klo pake buku tabungan apa sensasinya akan sama ya? Khan uangnya masuk ke situ qiqiqi #pikiran iseng karena bengong di atas bus otw to Malang 🙂